Kamis, 05 Juni 2014

BICARA HARGA DIRI



Kalian pernah ditampar 6 kali berturut turut? Bolak balik, kiri kanan.  Plak! Plak! Plak !
Sakit banget kan? Itu lah yang sedang saya rasakan. Semalam saya tidak bisa tidur. Ingin mengobati lebam akibat tamparan tersebut. Saya kompres, tetap terasa sakit. Saya coba mencari obat. Tidak tau kemana. Eh..tunggu dulu, apa yang sedang kalian bayangkan? Saya di tampar seseorang? Saya di tampar tetangga? Saya di tampar pak lurah? Saya di tampar Afgan? Bukan bukan. Saya bukan sedang mengalami  bukan kekerasan fisik seperti itu. Begini ceritanya. Ada tiga teman saya yang telah menampar saya . Bukan dengan tangan sih tapi dengan kata kata. Bagi saya itu  sama aja sakit nya. Sakiiit banget..!!!
 
Malam  Itu, teman  mengakhiri percakapan di telepon dengan kata kata “ Kamu gak ngerti, karna kamu gak ngerasain “ kemudian tut tut tut..percakapan melalui telpon terputus. Dua malam berikutnya, seorang teman juga pergi meninggalkan saya dengan kata kata yang sama “ kamu gak ngerti karna kamu gak ngerasain “

Dua malam berikut nya hal yang sama juga terjadi.  “Kamu gak ngerti, karena kamu gak ngerasain “

Mereka pergi meninggalkan saya....

Ada apa dengan mereka?

Pertama.
Teman saya , sebut saja namanya wati. Lajang berumur 28 tahun. Galau karena sampai sekarang belum belum juga menikah. Entah kenapa, padahal wajahnya cukup untuk dikatakan cantik.  Secara fisik tidak ada yang salah. Tetapi dia memang kurang beruntung pada urusan yang satu itu. Saya berkali kali mengingatkan bahwa sebaiknya dia enjoy saja. Hingga kata kata terakhir itu membuat kami sudah seminggu tidak saling menghubungi

Kedua
Teman saya, sebut saja namanya Sari. Beruntung bersuamikan salah satu pejabat penting di pemerintahan. Uang bukan masalah karena dia juga bekerja, terlebih dia juga berasal dari keluarga berada. Masalahnya apa?  Dia belum punya keturunan  nyaris 6 tahun menikah. Setiap kali saya menasehati nya, dia terakhir menampar saya dengan kata kata diatas. Kamu gak ngerti. Karna kamu gak ngerasain. Begitu kata katanya.


Ketiga
Teman saya, yang satu ini juga kaya. Suami pejabat, dikaruniai dua orang anak. Sekilas kehidupan mereka seperti sangat sempurna. Tetapi rupanya, dia ingin sekali punya kerjaan. Katanya sudah sangat bosan menjalani rutinitas sebagai ibu rumah tangga yang kerjanya itu itu saja. Pekerjaan rumah tangga baginya sungguh membosankan, yang baginya Tidak perlu memakai cardigan mewah, menghidupkan mobil dipagi hari, tidak perlu menyeruput teh pagi dan tak perlu berlomba lomba menghindari kemacetan.

Ketiga teman saya punya masalah. Sebagai seorang teman, mungkin saya sudah gagal menasehati mereka. Mereka ingin bercerita tetapi mereka tidak menerima apa yang harus menjadi solusi saya. Memang dari dullu solusi saya tidak banyak. “dibawa enjoy saja..”. rupa rupanya mereka sudah tak tahan lagi pada nasehat saya, padahal saya akan membeberkan beberapa fakta yang mungkin nanti akan mereka terima

Tentu untuk masalah wati, banyak diantara kita yang tau bahwa  menikah sama sekali bukan seperti yang dipikirkan. Bukan akhir segalanya. Sangat sulit diceritakan gambarannya seperti apa, apalagi jika belum merasakannya.  Jika ada novel novel membahas akhir cerita yang happy ending, itu pasti karena penulis memotong kisah cinta seseorang. Novel itu hanya sepotong dari seluruh kisah cinta umat manusia sampai dia mati. Sayangnya, pembaca hanya menikmati klimaks dipertengahan hingga  lembaran akhir saja. 

Begitu pula dengan kedua permasalahan teman saya tadi. Tentang tidak memiliki anak dan pekerjaan. Sebagai pendengar, saya tidak menghakimi mereka sebagai orang yang suka mengeluh . Mengapa ? karena ini adalah menyangkut sebuah hirarki kebutuhan. Ada kebutuhan lain sehingga mereka seperti dikejar kejar hantu. Mereka membenci waktu yang lama sekali memberi jawaban atas apa yang mereka butuhkan. 

Jika kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi, maka permasalahan mereka diatas dianggap wajar dan kita mudah sekali menemukan jawabannya.  Adalah pendekatan Teori Maslow yang tentunya sudah sangat familiar dikalangan mahasiswa ekonomi pada khususnya. Dalam ekonomi, teori kebutuhan sangat penting dipelajari untuk mengidentifikasi keinginan yang muncul pada seseorang sehingga timbul niat untuk melakukan pembelian sebuah produk.

Lalu apa hubungannya dengan teman saya tadi?

Kita menyadari, banyak pakar yang telah mengidietifikasi kebutuhan manusia sejak dahulu kala. Mengapa manusia bukan hanya butuh uang, mereka butuh udara, sex, suami, istri , anak,  kerjaan dan butuh yang lainnya. Semua bisa dijelaskan dalam konsep hirarki kebutuhan Abraham Maslow.

     TEORI KEBUTUHAN MASLOW

Diambil dari google image

Banyak permasalahan  kebutuhan yang tidak terpenuhi adalah sesuai dengan kebutuhan yang ingin dicapai yang dijelaskan dalam hirarki diatas. Ketiga teman saya sedang terjebak pada hirarki tersebut.  Yaitu esteem needs.  Dimana kebutuhan itu terjadi akibat kita telah melalui beberapa tingkat kebutuhan sebelumnya. Saat kita telah cukup akan sesuatu, secara naluriah kita mulai mencari apa yang kita tidak punya dengan dalih ingin lebih dan lebih. Masalahnya apakah yang kita butuhkan benar benar yang akan memuaskan kita? bagaimana setelah memiliki pekerjaan, jodoh dan anak ? apakah semua telah selesai?

Ketika kita tidak mampu menjawab apa yang sebenarnya kita cari,  Saat kita tidak bisa menjabarkan secara rinci, mungkin yang kita cari sebenarnya adalah pengakuan. Berbicara mengenai pengakuan, maka yang disentuh adalah pikiran tentang bagaimana lingkungan sosial mampu menempatkan seeorang pada tempat yang layak sehingga tujuannya mengarah kepada harga diri 
 
Setiap orang dalam masyarakat pasti ingin dihargai. harga diri berupa pengakuan  atas apa yang seharusnya dimiliki. Sesuatu tersebut dapat berupa kekayaan, pendidikan, anak, pekerjaan, jodoh ,harga diri yang kesemua itu bermuara kepada status sosial.

Berbicara status yang lebih dan lebih tentu tidak akan ada muaranya, meskipun maslow menjelaskan kebutuhan pada tingkat akhir adalah hanya pada lima tahap saja, Bisa saja suatu hari nanti, ada kebutuhan lain diatas itu semua. Who knows ?

Namun setinggi apapun hirarki kebutuhan nanti,  tidak akan ada muaranya  sampai diri kita sendiri yang mencoba berhenti,  menghirup udara segar dan membiar kan Tuhan menjalankan rencana indahNYA. Dan cara berhenti paling efektif adalah dengan rasa syukur yang sedalam dalamnya seperti yang diinginkan Allah dalam firmannya  dalam Surat An-Naml 27:73.

" Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai karunia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri (nya)."



Diambil dari google image
                                                   
Bagaimana, temanku? sudah legakah hatimu?  semoga Allah senantiasa memberimu jalan keluar, memberi yang terbaik, dan tentu aku akan selalu mendoakanmu....




Tidak ada komentar:

Posting Komentar